Selasa, 12 Februari 2013

HERVES



BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang
Kulit adalah organ yang sangat penting untuk mengetahui tingkat kesehatan seseorang. Kecantikan seseorang secara fisik dapat dilihat dari kesehatan kulitnya. Kulit yang sehat mencerminkan kebersihan, status gizi, status emosi/psikologis, juga kepribadian seseorang. Oleh karena itu, kesehatan kulit/integumen perlu mendapat perhatian yang cukup besar. Apabila kulit mengalami kelainan atau gangguan akan membawa dampak baik fisik maupun psikologis pada penderita.
Oleh karena itu, pemberian asuhan keperawatan yang tepat sangat diperlukan. Dalam makalah ini kami akan memaparkan beberapa contoh kelainan kulit yaitu Herpes dan Tinea serta bagaimana penatalaksanaan kita sebagai perawat dalam merawat pasien dengan kelainan kulit tersebut.

B. Tujuan

 Tujuan Umum
Agar mahasiswa-mahasiswi STIK BINA HUSADA memahami asuhan keperawatan pada klien dengan herpes.

Tujuan Khusus
Agar mahasiswa-mahasiswi STIK BINA HUSADA mengerti, mengetahui, dan memahami isi tentang:
ü      Penyakit herpes simpleks
ü      Penyakit herpes zoster
ü      Asuhan keperawatan pada klien dengan herpes simpleks
ü      Asuhan keperawatan pada klien dengan herpes zoster

BAB II
ISI


HERPES TERBAGI MENJADI DUA YAITU HERPES ZOOSTER DAN HERPES SIMPLEKS
1. HERPES SIMPLEKS
 a. Definisi
Ø     Herpes simpleks adalah infeksi akut oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atautipe II yang ditandai adanya vesikel berkelompok di atas kulit yang eritematosa di daerah mukokutan. Herpes simpleks disebut juga fever blister, cold score, herpes febrilis, herpes labialis, herpes progenitalis. (Kapita Selekta Kedokteran ed.III, 2000:151)
Ø      Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. (Adhi DJuanda, Ilmu penyakit kulit dan kelamin,2000:355)
Ø     Herpes simpleks adalah penyakit yang mengenai kulit dan mukosa, bersifat kronis dan residif , disebabkan oleh virus herpes simpleks/herpes virus hominis. (FK Unair, 1993 dalam Loetfia Dwi Rahariyani tahun  2008 : 45)
Ø      Kesimpulan: herpes simpleks adalah penyakit pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan II ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok dan ertitematosa, ditularkan melalui udara dan sebagian kecil melalui kontak kulit langsung.
b. Etiologi
 Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks:
v      Virus herpes simpleks tipe I (HSV I). Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya disebut herpes simpleks saja, atau dengan nama lainherpes labialis, herpes febrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara dan sebagian kecil melalui kontak langsung seperti ciuman, sentuhan atau memakai baju/handuk mandi bersama. Lesi umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas. Termasuk mata dengan rongga mulut, hidung dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di daerah genitalia, yang penularannya lewat koitus orogenital (oral sex).
v      Virus herpes simpleks tipe II (HSV II, ³virus of love´). Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual. Tetapi dapat juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter/dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksual orogenital.

c. Patofisiologi
 HSV disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes tidak dapat hidup di luar lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung kecil kemungkinannya terjadi. HSV memiliki kemmpuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan membrane sel. pada infeksi aktif primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan  biak, menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak  virion untuk menginfeksi sel-sel disekitarnya.  Pada infeksi aktif  primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan  limfadenopati.
Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif.  Setelah in feksi awal timbul fase laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik  yang mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi  disepanjang akson untuk bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis  tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia. 












Rounded Rectangle: mukosa


Rounded Rectangle: Kontak langsung

Rounded Rectangle: Herpes simpleks









 


Rounded Rectangle: Invasi sel 



























Rounded Rectangle: membrane sel






Rounded Rectangle: Infeksi primer

Rounded Rectangle: Limfe regional
Rounded Rectangle: Limfe denopati













Rounded Rectangle: Sel penjamu




Rounded Rectangle: Menyebar virion



 











d. Tingkatan infeksi
 1. Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigiti jari (herpetic Whit-low). Virus ini juga sebagai penyebab herpes enfalitis. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat predileksi di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus. Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan seksual seperti oro-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah genital kadang-kadang disebabkan oleh VHS tipe I sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe II.
Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira  2-6 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese dan anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional hingga terjadi penyembuhan secara spontan. Kelainan klinis yang dijumpai berupa rasa sakit serta vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi kusta dan kadang-kadang menagalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas. Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi VHS pada genitalia eksterna disertai infeksi pada serviks.

2. Fase laten
 Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi VHSdapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. Penularan dapat tejadi pada fase ini, akibat pelepasan virus terus berlangsung meskipun dalam jumlah sedikit.

3. Infeksi rekurens (infeksi kambuhan)
Bila penderita sebelumnya telah pernah berkontak dengan virus ini sebagai infeksi primer, kebanyakan penderita akan mengalami infeksi kambuhan (rekurens). Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dll), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis makanan yang merangsang (pedas, daging kambing) dan minuman yang merangsang (alkohol).
Lesi pada infeksi kambuhan ini biasanya lebih kecil dan lebih sedikit, tidak begitu terasa sakit. Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain/tempat di sekitarnya (non loco). Penderita yang mengabaikan penyakitnya dapat mengalami infeksi sekunder oleh kuman-kuman lain, sehingga gambaran klinisnya berubah menjadi luka yang kotor, berbau, dan disertai pembesaran getah bening regional. Infeksi sekunder dapat pula disertai oleh gejala sistemik, seperti demam, sakit kepala, badan lemas, dan muntah-muntah.

e. Manifestasi Klinis
1.      Inokulasi kompleks primer (primary inoculation complex). Infeksi primer herpes simplekspadapenderita usia muda yang baru pertama kali terinfeksi virus ini dapat menyebabkan reaksi lokal dan sistemik yang hebat. Manifestasinya dapat berupa herpes labialis. Dalam waktu 24 jam saja, penderita sudah mengalami panas tinggi (39-40oC), disusul oleh pembesaran kelenjar limfe submentalis, pembengkakan bibir, dan lekositosis di atas 12.000/mm3, yang 75-80%nya berupasel polimorfonuklear. Terakhir, bentuk ini diikuti rasa sakit pada tenggorokan. Insidens tertinggi terjadi pada usia antara 1-5 tahun. Waktu inkubasinya 3-10 hari. Kelainan akan sembuh spontan setelah 2-6 minggu.
2.      Herpes gingivostomatitis. Kebanyakan bentuk ini terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda. Manifestasi klinis berupa panas tinggi, limfadenopati regional dan malaise. Lesi berupa vesikel yang memecah dan terlihat sebagai bercak putih atau ulkus. Kelainan ini dapat meluas ke mukosa bukal, lidah, dan tonsil, sehingga mengakibatkan rasa sakit, bau nafas yang busuk, dan penurunan nafsu makan. Pada anak-anak dapat terjadi dehidrasi dan asidosis. Kelainan ini berlangsung antara 2-4 minggu.
3.      Infeksi herpes simpleks diseminata. Bentuk herpes ini terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 3 tahun, dimulai dengan herpes gingivostomatitis berat. Jenis ini dapat mengenai paru-paru dan menimbulkan viremia masif, yang berakibat gastroenteritis disfungsi ginjal dan kelenjar adrenal, serta ensefalitis. Kematian banyak terjadi pada stadium viremia yang berat.
4.      Herpes genitalis (progenitalis). Infeksi primer terjadi setelah melalui masa tunas 3-5 hari. Penularan dapat melalui hubungan seksual secara genito-genital, orogenital, maupun anogenital. Erupsinya juga berupa vesikel tunggal  atau menggerombol, bilateral, pada dasar kulit yang eritematus, kemudian berkonfluensi, memecah, membentuk erosi atau ulkus yang dangkal disertai rasa nyeri. 31% penderita mengalami gejala konstitusi berupa demam, malaise, mialgia, dan sakit kepala; dan 50% mengalami limfadenopati inguinal.



f. Insiden 
 Karena HSV tidak dapat disembuhkan maka persentasi orang  yang terinfeksi meningkat seiring dengan usia. Sekitar 1 dari 4 perempuan  dan  1 dari 5 laki-laki  terinfeksi oleh  virus herpes genitalis. Kerentanan terhadap infeksi herpes bervariasi. HSV lebih sering dijumpai pada perempuan daripada  laki-laki, mungkin karena luas permukaan mukosa saluran genetalia perempuan yang lebih besar dan terjadinya kerusakan  mikro di mukosa  selam hubungan kelamin.
Dibandingkan dengan populasi umum, orang yang terinfeksi oleh HIV lebih rentan terhadap infeksi HSV   dan lebih menular  ke orang lain setelah  terjangkit virus ini. Orang yang seropositif  HSV-1 sedikit banyak tampaknya terproteksi dari infeksi HSV-2. Karena infeksi HSV tidak mengancan nyawa dan sering ringan atau asimtomatik, maka banyak orang yang tidak menyadari besarnya  penyakit ini.

g. Komplikasi
·         Infeksi bakteri sekunder
·         Eritema multiforme portherpetika


h. Tes Diagnostik
ü      Pada sebagian besar kasus, herpes genetalis  dapat didiagnosis secara klinis saat  infeksi akut atau rekuren. Sebelum ditemukannya uji amplifikasi DNA, biakan virus terhadap vesikel  atau pustule merupakan  baku emas untuk diagnosis. Biakan yang diambil dari lesi yang sudah berkrusta dan infeksi rekuren  kurang sensitive, dan sering menyebabkan  hasil uji negatif. Tersedia uji deteksi antigen dengan EIA atau uji  fluoresensi langsung yang cepat  dan murah. Herpes genetalis dilaporkan menyebabkan kelainan pada asupan papanicolaou ( pap smear ), walaupun tidak bersifat diagnostic. Karena tingginya frekuensi infeksi yang asimtomatik dan non tipikal  maka dianjurkan pemeriksaan penyaring terhadap kelompok beresiko tinggi.

ü      Pada percobaan Tzanck dengan  perwarnaan Giemsa dari bahan vesikel dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.



i. Penatalaksanaan medis
Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk mengendalikan gejala dan menurunkan pengeluaran virus. Obat antivirus analog nukleosida  merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obatan ini bekerja dengan menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA polymerase  HSV yang pada gilirannya menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus. Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir. Obat antivirus harus dimulai sejak awal tanda kekambuhan untuk mengurangi dan mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda sampai lesi kulit muncul, maka gejala hanya memendek 1 hari. Pasien yang mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi supresif setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%.
Terapi topical  dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif. Terapi supresif atau profilaksis dianjurkan untuk mengurangi  resiko infeksi perinatal dan keharusan melakukan seksio sesarea pada wanita yang positif HSV. Vaksin untuk mencegah infeksi  HSV-2  sekarang sedang diteliti.

j. Konsep Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a) Biodata.
Ø      Dapat terjadi pada semua orang di semua umur
Ø      sering terjadi pada remaja dan dewasa muda
Ø      Jenis kelamin
Ø      dapat terjadi pada pria dan wanita
Ø      Pekerjaan
Ø      beresiko tinggi pada penjaja seks komersial.

b) Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat palayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.



c) Riwayat penyakit sekarang
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien. pada beberapa kasus, timbul lesi/vesikel perkelompok pada penderita yang mengalami demam atau penyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh atau pada penderita yang mengalami trauma fisik maupun psikis. Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat.

d) Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpes simplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini.

e) Riwayat penyakit kelarga
 Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.

f) Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri.hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran, atau identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah:
ü      Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.
ü      Menarik diri dari kontak social.
ü      Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.

g) Kebiasaan sehari-hari. 
Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami gangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi gangguan BAB dan BAK pada herpes simpleks genitalis. Penyakit ini sering diderita oleh klien yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi secara bersama-sama atau klien yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan.


h) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh klien. pada kondisi awal/saat proses peradangan , dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian kulit, ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri ,edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
Perhatikan mukosa mulut, hidung, dan penglihatan klien. pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayor dan minor, klitoris, introitus vagina, dan serviks.
jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional. Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah; pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah. Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan. 

2. Diagnosa keperawatan
Ø      Nyeri akut b.d inflamasi jaringan
Ø      Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit herpes simpleks
Ø      Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak langsung, tidak langsung , kontak droplet)

3. Intervensi keperawatan
1.Nyeri akut b.d inflamasi jaringan, Hasil yang diharapkan:
ü      Klien mengungkapkan nyeri hilang / berkurang
ü       Menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan metode untuk mengontrol nyeri secara benar.
ü      Klien menyampaikan bahwa orang lain memvalidasi adanya nyeri.

rencana keperawatan:
Ø      Kaji kembali factor yang menurunkan toleransi nyeri.
Ø      Kurangi atau hilangkan factor yang meningkatkan pengalaman nyeri.
Ø      Sampaikan pada klien penerimaan perawat tentang responsnya terhadap nyeri ; akui adanya nyeri , dengarkan dan perhatikan klien saat mengungkapkan nyerinya bertujuan untuk lebih memahaminya.
Ø      Kaji adanya kesalahan konsep pada keluarga tentang nyeri atau tindakannya.
Ø      Beri informasi atau penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab rasa nyeri.
Ø      Diskusikan dengan klien tentang penggunaan terapi distraksi, relaksasi, imajinasi , dan ajarkan tehnik / metode yang dipilih.
Ø      Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien 
Ø      Kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian analgesik
Ø      Pantau TTV
Ø      Kaji kembali respons klien terhadap tindakan penurunan rasa nyeri.

2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit herpes simpleks
 Hasil yang diharapkan:
ü      Klien mengatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilannya.
ü      Menunjukkan keinginan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
ü      Melakukan pola-pola penanggulangan yang baru.

Rencana keperawatan:
Ø      Ciptakan hubungan saling percaya antara klien-perawat.
Ø      Dorong klien untuk menyatakan perasaannya , terutama tentang cara ia merasakan , berpikir, atau memandang dirinya.
Ø      Jernihkan kesalahan konsepsi individu tentang dirinya, penatalaksanaan, atau perawatan dirinya.
Ø      Hindari mengkritik.
Ø      Jaga privasi dan lingkungan individu.
Ø      Berikan informasi yang dapat dipercaya dan penjelas informasi yang telah diberikan.
Ø      Tingkatkan interaksi social.
ü      Dorong klien untuk melakukan aktivitas.
ü      Hindari sikap terlalu melindungi , tetapi terbatas pada permintaan individu.
Ø      Dorong klien dan keluarga untuk menerima keadaan.
Ø      Beri kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan orang lain.
Ø      Lakukan diskusi tentang pentingnya mengkomunikasikan penilaian klien dan pentingnya system daya dukungan bagi mereka.
Ø      Dorong klien untuk berbagi rasa, masalah, kekuatiran, dan persepsinya.

3. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak langsung, tidak langsung , kontak droplet)
Hasil yang diharapkan:
ü      Klien menyebutkan perlunya isolasi sampai ia tidak lagi menularkan infeksi.
ü      Klien dapat menjelaskan cara penularan penyakit.

Rencana keperawatan: 
Ø      Jelaskan tentang penyakit herpes simpleks, penyebab, cara penularan, dan akibat yang ditimbulkan.
Ø      Anjurkan klien untuk menghentikan kagiatan hubungan seksual selama sakit dan jika perlu menggunakan kondom.
Ø      Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan kegiatan seksual dengan satu orang ( satu sama lain setia ) dan pasangan yang tidak terinfeksi ( hubungan seks yang sehat ).

Ø      Lakukan tindakan pencegahan sesuai:
ü            Cuci tangan sebelum dan setelah ke semua klien atau kontak dengan specimen.
ü            Gunakan sarung tangan setiap kali melakukan kontak langsung dengan klien 
ü            Anjurkan klien dan keluarga untuk memisahkan alat-alat mandi klien , dan tidak menggunakannya bersama.
ü            Kurangi transfer pathogen dengan cara mengisolasi klien selama sakit ( Karena penyakit ini disebabkan oleh virus yang dapat menular melalui udara ).

2. HERPES ZOSTER (SHINGLES)
a. Definisi
v      Herpes Zoster adalah penyakit yang diserang oleh infeksi Virus Varicella-zoster  yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah infeksi primer.(Adhi Djuanda, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 2000 : 107)
v      Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang tua, ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta adanya erupsi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang diinervasi oleh serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensoris dari nervus cranialis. (Marwali Harahap, Ilmu Penyakit Kulit, 2000: 92)
v      Herpes zoster (dampa, cacar ular) adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. (Kapita Selekta Kedokteran ed.III,2000 :128)
v      Kesimpulan: herpes zoster adalah penyakit kulit dan mukosa yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster ,ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta adanya erupsi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang diinervasi oleh serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensoris dari nervus cranialis.

b. Etiologi
v    Reaktivasi virus varisela zoster




c. Patofisiologi
 Penyebab herpes  zoster adalah virus varisela zoster. Virus ini masuk ke dalam ubuh melalui lesi pada kulit , mukosa saluran napas atas, dan orofaring. Vius ini berkembang biak serta menyebar ke berbagai organ , terutama ke kulit dan lapisan mukosa, selanjutnya masuk ke ujung saraf sensoris, dan menuju ganglion saraf tepi dan kornu posterior. Saat virus masuk pertama kali ke tubuh disebut infeksi primer, yang kemudian menimbulkan vesikel.
Setelah infeksi primer tersebut selesai, virus tidak hilang tuntas dari tubuh melainkan menetap pada bagian ganglion serta bersembunyi di sana beberapa tahun.Pertahanan dan kekebalan tubuh yang menurun dapat menjadi factor utama penyebab virus ini aktif kembali.
Saraf yang sering terkena adalah daerah torakalis , kemudian daerah-daerah cranial, lumbal,servikal, dan sacral. Masa inkubasinya 2-3 hari setelah kontak dengan varisela. Bila tidak diketahui adanya kontak, kasus tersebut merupakan kasus laten.
Factor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya herpes zoster adalah:
Ø      Penurunan imunitas tubuh
Ø      Pemakaian kortikosteroid. 
Ø      Radio terapi
Ø      Obat-obat immunosupresif
Ø      Stress emosi
Rounded Rectangle: Herpes zoster 















Rounded Rectangle: Virus varisela zoster









Rounded Rectangle: Ujung saraf sensori







Rounded Rectangle: Penurunan imunitas,kortikosteroid,radio terapi,immunosupresif,stress
 










d. Manifestasi Klinis
Keluhan utama penyakit ini adalah rasa sakit, nyeri, dan pegal (neuritis) serta adanya vesikel yang berkelompok sepanjang satu dermatom. Perjalanan dan gejala penyakit ini mulai dari ringan, sampai dengan berat.
Adapun stadium dari penyakit herpes zoster:
1.       Stadium prodormal (gejala awal)
Dapat berifat sistemik dan local.Gejala local berupa rasa gatal/nyeri pada dermatom ynang terserang disertai dengan rasa panas /terbakar.Gejala sistemik berupa demam, malaise, dan nyeri kepala. 
2.       Stadium erupsi
Mula-mula timbul papula atau plakat berbentuk urtika. Setelah 1-2 hari, akan timbul gerombolan vesikel / bintil-bintil berair yang tersusun berkelompok diatas  kulit yang eritematosa , sedangkan kondisi kulit di antara gerombolan lain tidak sama. Lokalisasi lesi sesuai dengan dermatom yang dipersarafi oleh satu atau lebih saraf yeng terkena. Semua saraf dapat terkena , yang tersering adalah saraf torakal, lumbal/ cranial. Stadium ini biasanya berlangsung selama 2 minggu dengan gejala utama berupa rasa nyeri. Rasa nyeri yang dirasa bersifat konstan atau intermiten , diikuti dengan rasa terbakar pada bagian visceral.
3.       Stadium krustasi:
Vesikula menjadi purulen , mengalami krustasi , dan lepas dalam waktu 1-2 minggu. Sering terjadi neuralgia pasca herpetika, terutama pada orang tua, yang dapat berlangsung beberapa bulan sampai beberapa tahun. Selain itu, ada pula gejala parestesia yang bersifat sementara.

e. Insiden 
Insiden penyakit herpes zoster ini tersebar merata di seluruh dunia dan tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan. Angka kesakitan meningkat seiring peningkatan usia. Diperkirakan kurang lebih terdapat 1,3 ± 5 penderita per 1000 orang / tahun. Lebih dari 2/3 penderita berusia >50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun.




f. Komplikasi
1)      Infeksi sekunder 
2)      Neuralgia pasca herpetika adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah berkas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakit sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan beberapa tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehdupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang terkena herpes zoster  di atas usia 40 tahun.
3)      keratitis akut, skleritis,  uveitis,  glaucoma sekunder, ptosis, korioretinitis, neuritis optika dan paresis otot penggerak bola mata.
4)      berupa komplikasi dari herpes zoster oftalmikus.
5)      Herpes zoster generalisata, bentuk klinis yang berat dengan gejala umum yang berat dan lesi timbul tersebar merata ke seluruh tubuh.
6)      Alopesia arkata
7)      Sindrom Ramsay Hunt. Gangguan pada saraf fasialis dan sarah optikus menimbulka gejala lumpuh pada otot wajah (paralisis Bell), telinga berdenging, sakit kepala seperti berputar, gangguan pendengaran dan mual.
8)      Gangren superfisialis, menunjukan Herpes zoster yang berat, mengakibatkan hambatan penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.

g. Tes Diagnostik
1)      Sitologi (64% tzanck smear positif); adanya sel raksasa yang multilokuler dan sel-sel okantolitik.
2)      Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan diagnosis herpes virus
3)      Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
4)      Pemeriksaan histopatologik
5)      Pemerikasaan mikroskop electron
6)      Kultur virus
7)      Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
8)      Deteksi antibody terhadap infeksi virus

h. Penatalaksanaan medis
Ø      Terapi sistemik
Terapi pada kasus herpes zoster bergantung pada tingkat keparahannya. Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik , untuk nyerinya diberikan analgesic. Jika disertai infeksi sekunder , diberikan antibiotic asiklovir . Herpes zoster sangat cocok dengan obat asiklovir yang diminum. Dengan cepat , obat akan menghentikan munculnya lepuhan kecil , memperkecil ukurannya, mengurangi rasa gatal , dan membunuh virus yang ada pada cairan lepuhan. Sebaliknya diberikan dalam 24-27 jam setelah terbentuknya lepuhan. Makin cepat diberikan, makin cepat khasiatnya. Obat itu harus diberikan dalam  pengawasan dokter. Obat oles bisa menolong kalau rasa nyeri yang timbul ringan  atau jika keluar cairan.
Ø      Terapi topikal
ü      Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah
ü      Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit
ü      Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari.

i. Konsep Proses Keperawatan
 1. Pengkajian
a.       Biodata. Cantumkan semua identitas klien : umur ( penyakit ini sering terjadi pada anak usia atau kelompok dewasa ), jenis kelamin ( tidak ada perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan). 
b.      Keluhan utama. Alasan yang sering membawa klien penderita herpes datang berobat ke rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lain adalah nyeri pada daerah terdapatnya vesikel berkelompok.
c.       Riwayat penyakit sekarang. Biasanya, klien mengeluh sudah beberapa hari demam dan timbul rasa gatal/nyeri pada dermatom yang terserang, klien juga mengeluh nyeri kepala dan terasa lelah. Pada daerah yang terserang , mula-mula timbul papula atau plakat berbentuk urtika, setelah 1-2 hari timbul gerombolan vesikula.
d.      Riwayat penyakit keluarga. Biasanya, keluarga atau teman dekat ada yang menderita herpes zoster, atau klien pernah kontak dengan penderita varisela atau herpes zoster.
e.      Riwayat psikososial. Perlu dikaji bagaimana konsep diri klien terutama tentang gambaran / citra diri dan harga diri. Sering kali kita jumpai gangguan konsep diri pada klien. hal ini karena herpes zoster merupakan penyakit yang merusak kulit dan mukosa , terutama pada kasus herpes zoster berat. Di samping itu, perlu dikaji tingkat kecemasan klien dan informasi/pengetahuan yang dimiliki tentang penyakit ini.
f.        Kebutuhan sehari-hari. Dengan adanya rasa nyeri, klien akan mengalami gangguan tidur/istirahat  dan juga aktivitas. Perlu dikaji juga tentang kebersihan diri klien dan cara perawatan diri, apakah alat-alat mandi/pakaian bercampur dengan orang lain. Seharusnya , alat mandi / handuk dan pakaian tidak bercampur dengan orang lain.
g.       Pemeriksaan fisik. Pada klien dengan herpes zoster jarang ditemukan gangguan kesadaran. Kecuali jika terjadi komplikasi infeksi lain. Tingkatan nyeri yang dirasakan oleh klien bersifat individual sehingga perlu dilakukan pemeriksaan tingkat nyeri dengan menggunakan skala nyeri. Apabila nyeri terasa hebat, tanda-tanda vital cenderung akan meningkat. Pada inspeksi kulit ditemukan adanya veiskel berkelompok sesuai dengan alur dermatom (ini tanda yang khas pada herpes zoster karena virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis). Vesikel ini berisi cairan jernih yang kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat menjadi pustula dan krusta. Kadang ditemukan vesikel berisi nanah dan darah yang disebut herpes zoster hemoragik. Apabila yang terserang adalah ganglion kranialis, dapat ditemukan adanya kelainan motorik. Hiperestesi pada daerah yang terkena member gejala yang khas , misalnya kelainan pada wajah karena gangguan pada nervus trigeminus, nervus fasialis, dan oligus.

2. Diagnosa keperawatan
a.       Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan respons peradangan
b.      Perubahan kenyamanan b.d erupsi dermal dan pruritus.
c.       Cemas s.d adanya lesi pada wajah
d.      Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus

3. Intervensi keperawatan
 a) Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan respons peradangan
Hasil yang diharapkan:
ü      Lesi mulai pulih, integritas jaringan kembali, dan area bebas dari infeksi lanjut.
ü      Kulit kulit bersih dan area sekitar bebas dari edema.

Rencana tindakan:
Ø      Kaji kembali tentang lesi, bentuk, ukuran , jenis, dan distribusi lesi
Ø      Anjurkan klien untuk banyak istirahat.
Ø      Pertahankan integritas jaringan kulit dengan jalan mempertahankan kebersihan dan kekeringan kulit.
Ø      Laksanakan perawatan kulit setiap hari. Untuk mencegah pecahnya vesikel sehingga tidak terjadi infeksi sekunder , diberikan bedak salisil 2%. Bila erosif dapat diberikan kompres terbuka.
Ø      Pertahankan kebersihan dan kenyamanan tempat tidur. 
Ø      Jika terjadi ulserasi, kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian salep antibiotic.

b) Perubahan kenyamanan b.d erupsi dermal, nyeri, dan pruritus.
 Hasil yang diharapkan :
ü      Kllien mengatakan nyeri dan ketidaknyamanan berkurang dalam batas yang dapat ditoleransi.
ü      Menampakkan ketenangan, ekspresi muka rileks.
ü      Kebutuhan istirahat tidur / istirahat
Rencana tindakan :
Ø      Kaji lebih lanjut intensitas nyeri dengan menggunakan skala/peringkat nyeri.
Ø      Jelaskan penyebab nyeri dan pruritus.
Ø      Bantu dan ajarkan penanganan terhadap nyeri, penggunaan tekhnik imajinasi, tekhnik relaksasi dan lainnya.
Ø      Tingkatan aktivitas distraksi.
Ø      Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien.
Ø      Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi:
·         Analgesik untuk pereda/penawar rasa sakit
·         Larutan kalamin untuk mengurangi rasa gatal.
·         Steroid untuk mengurangi serangan neuralgia.

c) Cemas s.d adanya lesi pada wajah
 Hasil yang diharapkan:
ü      Pasien merasa yakin penyakitnya akan sembuh sempurna
ü      Lesi tidak ada infeksi sekunder

Rencana keperawatan:
Ø      Kaji tingkat kecemasan klien
Ø      Jalaskan tentang penyakitnya dan prosedur perawatan
Ø      Tingkatkan hubungan teraupeutik
Ø      Libatkan keluarga untuk member dukungan

d) Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus
Hasil yang diharapkan:
ü      Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran penyakit

Rencana keperawatan:
Ø      Isolasikan klien
Ø      Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya
Ø      Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung
Ø      Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya





BAB III
PENUTUP


A. Simpulan 
Herpes merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh virus. Terdiri dari herpes simpleks yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan II , dan herpes zoster yang disebabkan oleh virus varisela zoster. HSV disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau setiap kerusakan di kulit.
Herpes simpleks adalah penyakit pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan II.  Virus herpes simpleks tidak dapat hidup di luar lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung kecil kemungkinannya terjadi. HSV memiliki kemmpuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan membrane sel. pada infeksi aktif primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan  biak, menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak  virion untuk menginfeksi sel-sel disekitarnya.  Pada infeksi aktif  primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan  limfadenopati.
Penyebab herpes  zoster adalah virus varisela zoster. Virus ini masuk ke dalam ubuh melalui lesi pada kulit , mukosa saluran napas atas, dan orofaring. Vius ini berkembang biak serta menyebar ke berbagai organ , terutama ke kulit dan lapisan mukosa, selanjutnya masuk ke ujung saraf sensoris, dan menuju ganglion saraf tepi dan kornu posterior. Saat virus masuk pertama kali ke tubuh disebut infeksi primer, yang kemudian menimbulkan vesikel.

B. Saran 
Baik herpes zoster dan herpes simpleks, sama-sama merupakan kelainan kulit yang banyak membawa dampak tidak baik pada fisik dan psikologis pasien , oleh karena itu,  sebagai perawat harus bisa memberikan askep yang tepat sehingga dampak yang timbul bisa diatasi.






DAFTAR PUSTAKA



Arnold, H,L.; Odom, R.B. and James, W.D. Andrew’s Dissease of skin. Clinical Dermatology; 8th ed., pp.     437-433 (W.B. Saunders Company, Philadelphia 1990).
Daili,S.F.: Diagnosis dan penetalaksanaan herpes genitalis;dalam;Kumpulan makalah ilmiah symposium AIDS dan heroes (Lab./UPF Ilmu penyakit kulit dan kelamin FK UNSRI/RSU,Palembang, tgl21/9-1998).
Djuanda, Adhi. 2000. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Cet. 2, ed. 3. Jakarta : FKUI.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu penyakit Kulit, Cet. 1. Jakarta : Hipokrates.
Rahariyani, Loetfia Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan  Klien Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar