Kamis, 28 Februari 2013
Jumat, 15 Februari 2013
ASKEP GGK
GAGAL GINJAL KRONIK
A. PENGERTIAN
Gagal Ginjal Kronik (GGK)
adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan mempertahankan
substansi tubuh dibawah kondisi normal (Betz Sowden, 2002 )
Gagal Ginjal Kronik adalah kerusakan yang progresif
pada nefron yang mengarah pada timbulnya uremia yang secara perlahan-lahan
meningkat ( Rosa M. Sacharin, 1996).
Dari kedua pengertian tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah adanya kerusakan fungsi ginjal
secara progresif sehingga tubuh akan mengalami gangguan karena ginjal tidak
mampu mempertahnkan substansi tubuh dalam keadaan nomal.
B. ETIOLOGI
1.
Glomerulonefritis
2.
Pielonefritis
3.
Nefrosklerosis
4.
Sindroma Nefrotik
5.
Tumor Ginjal
C. PATOFISIOLOGI
Ginjal mempunyai kemampuan nyata untuk mengkompensasi
kehilangan nefron yang persisten yang terjadi pada gagal ginjal kronik. Jika angka filtrasi glomerolus menurun
menjadi 5-20 ml/menit/1,73 m2, kapasitas ini mulai gagal. Hal ini menimbulkan berbagai masalah biokimia
berhubungan dengan bahan utama yang ditangani ginjal.
Ketidakseimbangan
natrium dan cairan terjadi karena ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin.
Hiperkalemia terjadi akibat penurunan sekresi kalium. Asidosis metabolik
terjadi karena kerusakan reabsorbsi bikarbonat dan produksi ammonia. Demineralisasi
tulang dan gangguan pertumbuhan terjadi akibat sekresi hormon paratiroid,
peningkatan fosfat plasma (penurunan kalsium serum, asidosis) menyebabkan
pelepasan kalsium dan fosfor ke dalam aliran darah dan gangguan penyerapan
kalsium usus. Anemia terjadi karena gangguan produksi sel darah merah,
penurunan rentang hidup sel darah merah, peningkatan kecenderungan perdarahan
(akibat kerusakan fungsi trombosit). Perubahan pertumbuhan berhubungan dengan
perubahan nutrisi dan berbagai proses biokimia.
PATHWAYS
Glomerulonefritis
Pielonefritis, Hidronefrosis
Sindroma Nefrotik
Tumur Ginjal
GFR menurun
GGK
Sekresi protein
terganggu
Sindrom uremik
|
Retensi natrium
CES
Tekanan kapiler
Volume
interstisial
Edema
Kelebihan voleme cairan
|
Sekresi eritropoietin
Produksi Hb turun
Suplai oksigen ke jaringan
Gangguan perfusi jaringan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
Hiperphospatemia
Pruritus
Gangguan integritas kulit
|
Gangguan keseimbangan
asam basa
Produksi asam
Asidosis metabolik
|
Urokrom tertimbun di kulit
Perubahan warna kulit
|
D. MANIFESTASI KLINIK
Meskipun gejala yang dialami anak bervariasi
berdasarkan proses penyakit yang berbeda – beda, penyakit paling umum yang
berhubungan dengan GGK adalah sebagai berikut :
1.
Ketidakseimbangan cairan
a.
Kelebihan cairan : edema, oliguri, hipertensi, gagal
jantung kongestif
b. Penipisan volume vaskuler : poliuria,
penurunan asupan cairan, dehidrasi
2.
Ketidakseimbangan elektrolit
a.
Hiperkalemia : gangguan irama jantung, disfungsi
miokardial
b.
Hipernatremia : haus, stupor, takikardia, membran
kering, peningkatan refleks tendon profunda, penurunan tingkat kesadaran
c.
Hipokalemia
dan hiperfosfatemia : iritabilitas, depresi, kram otot, parastesia, psikosis,
tetani
d. Hipokalemia : penurunan reflek tendon profunda,
hipotonia, perubahan EKG
3.
Ensefalopati dan neuropati uremik
a.
Gatal gatal
b.
Kram dan kelemahan otot
c.
Bicara tidak jelas
d.
Parastesia telapak tangan dan telapak kaki
e.
Konsentrasi buruk
f.
Mengantuk
g.
Tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial
h.
Koma
i.
Kejang
4.
Asidosis : takipnea
5. Anemia dan disfungsi sel darah
a.
Pucat
b.
Kelemahan
c.
Perdarahan ( stomatitis, feses berdarah )
6.
Disfungsi pertumbuhan
a.
Pertumbuhan tulang yang abnormal
b.
Perkembangan seksual yang terhambat
c.
Malnutrisi dan pelisutan otot
d.
Selera makan buruk
e.
Nyeri tulang
f.
Ketidakteraturan menstruasi.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Tes darah
Ó BUN
dan kreatinin serum meningkat
Ó Kalium
serum meningkat
Ó Natrium
serum meningkat
Ó
Kalsium
serum menurun, fosfor serum meningkat, PH serum dan HCO3 menurun
Ó Hb,
Ht, trombosit menurun
Ó
Asam
urat meningkat, kultur darah positif
2.
Tes urin
Ó Urinalisis
Ó
Elektrolit
urin, osmolalitas dan berat jenis
Ó Urin
24 jam
3.
EKG
4.
Rontgen dada
5.
Biopsi Ginjal
F. PENATALAKSANAAN
1.
Stabilkan keseimbangan cairan dan elektrolit
2.
Dukung fungsi kardiovaskuler
3.
Cegah infeksi
4.
Tingkatkan status nutrisi
5.
Kendalikan
perdarahan dan anemia
6.
Lakukan dialisis
7.
Transplantasi ginjal
G. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GGK
1. PENGKAJIAN
a.
Kaji adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan (
edema, kulit tegang dan mengilat, asupan lebih besar daripada keluaran dan
berat badan bertambah )
b.
Kaji adanya tanda dan gejala penurunan curah jantung,
kekurangan olume cairan dan pola nafas tak efektif
c.
Kaji adanya tanda dan gejala masalah masalah
kolaboratif potensial berikut ini : syok,infeksi, kelebihn cairan, hipertensi,
gagal jantung, edema pulmonal, ketidakseimbangan elektrolit, koma, kejang
d. Kaji adanya tanda dan gejala infeksi
e. Kaji pertumbuhan dan perkembangan
biopsikososial dan spiritual anak
f. Kaji tingkat aktivitas dan respon koping
anak
g. Kaji kemampuan keluarga untuk
penatalaksanaan dan melakukan koping terhadap perawatan jangka panjang dan
kebutuhan anak mereka.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Kelebihan volume cairan
b.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan
c.
Perubahan pola eliminasi urin
d.
Penurunan curah jantung
e.
Pola nafas tidak efektif
f.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
g.
Resiko tinggi cidera
h.
Resiko tinggi infeksi
i.
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan
j.
Resiko
tinggi penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif
k.
Resiko tinggi perubahan proses keluarga
l.
Resiko tinggi perubahan tumbang
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a.
Pantau statua cairan dan elektrolit
§
Catat
dengan akurat asupan dan keluaran
§
Pertahankan pembatasan cairan
§
Pantau status hidrasi
§
Berikan
diuretik dan pantau respon anak terhadapnya
§
Berikan obat obatan untuk mempertahankan
keseimbangan elktrolit
§
Berikan terapi dialisis sesuai instruksi
b. Dukung fungsi kardiovaskuler dan paru
§
Pantau adanya kelebihan cairan
§
Pantau adanya tanda tanda dehidrasi
§
Pantau
adanya perubahan EKG yang berhubungan dengan ketidakseimbangan elktrolit
§
Pantau
tanda tanda vital, termasuk tekanan darah, pemberian antihipertensi sesuai
indikasi
§
Berikan produk darah sesuai instruksi
c. Pertahankan integritas kulit dan cegah
terjadinya infeksi
§
Mandikan
pasien tiap hari dan berikan perawatan mulut dengan sering
§
Bantu pasien untuk miring kiri dan kanan sesuai
kebutuhan: cegah terjadinya dekubitus
§
Lakukan pencegahan perdarahan
§
Hindari
kontak pasien dengan pengunjung infeksius
§
Pertahankan
sterilitas semua jalur jalur invasif dan lakukan pengantian balutan serta
perawatan jalur jalur tersebut seperlunya dan tepat waktu
§
Pantau
adanya tanda tanda infeksi
d.
Tingkatkan pertumbuhan dan nutrisi klien
§
Bantu klien dalam memilih makanan yang
disukainya dengan menyarankn diet yang rendah kalium, rendah natrium, rendah
fosfor, tinggi kalsium, tinggi protein.
§
Pantau
status pertumbuhan pasien dengan mengkaji kecenderungan pertumbuhan
§
Berikan makanan enteral atau IV seperlunya
§
Berikan vitamin, suplemen kalsium dan pengikat
osfat
§
Berikan dukungn psikososial pada klien dan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
- Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
- Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
- Price Sylvia A, Wilson Lorraine McCarty. (1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC.
- Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI
- ……….,The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. Chronic renal Failure.Sec.17.Ch222.http://www.vh.org/adult/provider/familymedicine.
html .
- Nanny.S,(2001).Intisari online.Disiplin Ketat Penderita Gagal Ginjal. www. Indomedia.com/intisari/2001/juni/Terapi_601.htm.
- Agha, I.A,(2003). Medical Encyclopedia. Chronic Renal Failure.Departement of medicine, renal division, St. Louis University.
- Horne M.M, Swearingen P L,(2000).Keseimbangan Cairan,Elektrolit Dan Asam Basa. Jakarta : EGC.
- Wong and whaley. (1996). Clinical Manual of Pediatric Nursing
Selasa, 12 Februari 2013
HERVES
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kulit adalah
organ yang sangat penting untuk mengetahui tingkat kesehatan seseorang. Kecantikan
seseorang secara fisik dapat dilihat dari kesehatan kulitnya. Kulit yang sehat mencerminkan
kebersihan, status gizi, status emosi/psikologis, juga kepribadian seseorang. Oleh
karena itu, kesehatan kulit/integumen perlu mendapat perhatian yang cukup
besar. Apabila kulit mengalami kelainan atau gangguan akan membawa dampak baik
fisik maupun psikologis pada penderita.
Oleh karena
itu, pemberian asuhan keperawatan yang tepat sangat diperlukan. Dalam makalah
ini kami akan memaparkan beberapa contoh kelainan kulit yaitu Herpes dan Tinea
serta bagaimana penatalaksanaan kita sebagai perawat dalam merawat pasien
dengan kelainan kulit tersebut.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Agar mahasiswa-mahasiswi
STIK BINA HUSADA memahami asuhan keperawatan pada klien dengan herpes.
Tujuan Khusus
Agar mahasiswa-mahasiswi STIK BINA HUSADA
mengerti, mengetahui, dan memahami isi tentang:
ü
Penyakit herpes simpleks
ü
Penyakit herpes zoster
ü
Asuhan
keperawatan pada klien dengan herpes simpleks
ü Asuhan keperawatan pada klien dengan
herpes zoster
BAB II
ISI
HERPES TERBAGI MENJADI DUA YAITU
HERPES ZOOSTER DAN HERPES SIMPLEKS
1. HERPES SIMPLEKS
a. Definisi
Ø
Herpes simpleks adalah infeksi akut oleh virus
herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atautipe II yang ditandai adanya
vesikel berkelompok di atas kulit yang eritematosa di daerah mukokutan. Herpes
simpleks disebut juga fever blister, cold score, herpes febrilis, herpes
labialis, herpes progenitalis. (Kapita Selekta Kedokteran ed.III, 2000:151)
Ø
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe
II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab
dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens. (Adhi DJuanda, Ilmu penyakit kulit dan
kelamin,2000:355)
Ø
Herpes simpleks adalah penyakit yang mengenai kulit
dan mukosa, bersifat kronis dan residif , disebabkan oleh virus herpes
simpleks/herpes virus hominis. (FK Unair, 1993 dalam Loetfia Dwi Rahariyani
tahun 2008 : 45)
Ø
Kesimpulan: herpes simpleks adalah penyakit pada
kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan II
ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok dan ertitematosa, ditularkan
melalui udara dan sebagian kecil melalui kontak kulit langsung.
b. Etiologi
Berdasarkan struktur antigeniknya
dikenal 2 tipe virus herpes simpleks:
v
Virus
herpes simpleks tipe I (HSV I). Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan
biasanya disebut herpes simpleks saja, atau dengan nama lainherpes labialis,
herpes febrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak
melalui udara dan sebagian kecil melalui kontak langsung seperti ciuman,
sentuhan atau memakai baju/handuk mandi bersama. Lesi umumnya dijumpai pada
tubuh bagian atas. Termasuk mata dengan rongga mulut, hidung dan pipi; selain
itu, dapat juga dijumpai di daerah genitalia, yang penularannya lewat koitus
orogenital (oral sex).
v
Virus herpes simpleks tipe II (HSV II, ³virus of
love´). Penyakit ditularkan melalui
hubungan seksual. Tetapi dapat juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat
terjadi pada dokter/dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya
adalah bagian tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi
ekstra-genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksual orogenital.
c. Patofisiologi
HSV disebarkan melalui kontak langsung antara
virus dengan mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes tidak dapat
hidup di luar lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain
kontak langsung kecil kemungkinannya terjadi. HSV memiliki kemmpuan untuk
menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan membrane sel. pada infeksi
aktif primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan biak, menghancurkan sel pejamu dan melepaskan
lebih banyak virion untuk menginfeksi
sel-sel disekitarnya. Pada infeksi
aktif primer, virus menyebar melalui
saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfadenopati.
Tubuh melakukan respon imun
seluler dan humoral yang menahan infeksi tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan
infeksi aktif. Setelah in feksi awal
timbul fase laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah yang terinfeksi dan
bermigrasi disepanjang akson untuk
bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis
tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada
manusia.
d. Tingkatan infeksi
1. Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tipe I
di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, biasanya
dimulai pada usia anak-anak. Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan, misalnya
kontak kulit pada perawat, dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigiti
jari (herpetic Whit-low). Virus ini juga sebagai penyebab herpes enfalitis.
Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat predileksi di daerah genital,
juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus. Daerah
predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan seksual seperti
oro-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah genital kadang-kadang
disebabkan oleh VHS tipe I sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut dapat
disebabkan oleh VHS tipe II.
Infeksi primer berlangsung
lebih lama dan lebih berat, kira-kira
2-6 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese
dan anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional
hingga terjadi penyembuhan secara spontan. Kelainan klinis yang dijumpai berupa
rasa sakit serta vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat
menjadi kusta dan kadang-kadang menagalami ulserasi yang dangkal, biasanya
sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang
dapat timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas. Umumnya
didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes simpleks. Pada wanita
ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi VHS pada genitalia eksterna
disertai infeksi pada serviks.
2. Fase laten
Fase ini berarti pada penderita tidak
ditemukan gejala klinis, tetapi VHSdapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif
pada ganglion dorsalis. Penularan dapat tejadi pada fase ini, akibat pelepasan
virus terus berlangsung meskipun dalam jumlah sedikit.
3. Infeksi rekurens (infeksi kambuhan)
Bila penderita sebelumnya
telah pernah berkontak dengan virus ini sebagai infeksi primer, kebanyakan
penderita akan mengalami infeksi kambuhan (rekurens). Infeksi ini berarti VHS
pada ganglion dorsalis yang dalam keadaaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu
menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme
pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan
seksual, dll), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula
timbul akibat jenis makanan yang merangsang (pedas, daging kambing) dan minuman
yang merangsang (alkohol).
Lesi pada infeksi kambuhan
ini biasanya lebih kecil dan lebih sedikit, tidak begitu terasa sakit. Gejala
klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan berlangsung
kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal lokal sebelum timbul
vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul
pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain/tempat di sekitarnya (non loco). Penderita
yang mengabaikan penyakitnya dapat mengalami infeksi sekunder oleh kuman-kuman
lain, sehingga gambaran klinisnya berubah menjadi luka yang kotor, berbau, dan
disertai pembesaran getah bening regional. Infeksi sekunder dapat pula disertai
oleh gejala sistemik, seperti demam, sakit kepala, badan lemas, dan muntah-muntah.
e. Manifestasi Klinis
1.
Inokulasi kompleks primer (primary inoculation
complex). Infeksi primer herpes simplekspadapenderita
usia muda yang baru pertama kali terinfeksi virus ini dapat menyebabkan reaksi
lokal dan sistemik yang hebat. Manifestasinya dapat berupa herpes labialis.
Dalam waktu 24 jam saja, penderita sudah mengalami panas tinggi (39-40oC),
disusul oleh pembesaran kelenjar limfe submentalis, pembengkakan bibir, dan
lekositosis di atas 12.000/mm3, yang 75-80%nya berupasel polimorfonuklear.
Terakhir, bentuk ini diikuti rasa sakit pada tenggorokan. Insidens tertinggi
terjadi pada usia antara 1-5 tahun. Waktu inkubasinya 3-10 hari.
Kelainan akan sembuh spontan setelah 2-6 minggu.
2.
Herpes
gingivostomatitis. Kebanyakan bentuk ini terjadi pada anak-anak dan orang
dewasa muda. Manifestasi klinis berupa panas tinggi, limfadenopati regional dan
malaise. Lesi berupa vesikel yang memecah dan terlihat sebagai bercak putih
atau ulkus. Kelainan ini dapat meluas ke mukosa bukal, lidah, dan tonsil, sehingga
mengakibatkan rasa sakit, bau nafas yang busuk, dan penurunan nafsu makan. Pada
anak-anak dapat terjadi dehidrasi dan asidosis. Kelainan ini berlangsung antara
2-4 minggu.
3.
Infeksi
herpes simpleks diseminata. Bentuk herpes ini terjadi pada anak-anak usia 6
bulan sampai 3 tahun, dimulai dengan herpes gingivostomatitis berat. Jenis ini
dapat mengenai paru-paru dan menimbulkan viremia masif, yang berakibat
gastroenteritis disfungsi ginjal dan kelenjar adrenal, serta ensefalitis. Kematian
banyak terjadi pada stadium viremia yang berat.
4.
Herpes
genitalis (progenitalis). Infeksi primer terjadi setelah melalui masa tunas 3-5
hari. Penularan dapat melalui hubungan seksual secara genito-genital,
orogenital, maupun anogenital. Erupsinya juga berupa vesikel tunggal atau menggerombol, bilateral, pada dasar
kulit yang eritematus, kemudian berkonfluensi, memecah, membentuk erosi atau
ulkus yang dangkal disertai rasa nyeri. 31% penderita mengalami gejala
konstitusi berupa demam, malaise, mialgia, dan sakit kepala; dan 50% mengalami
limfadenopati inguinal.
f. Insiden
Karena HSV tidak dapat disembuhkan maka
persentasi orang yang terinfeksi
meningkat seiring dengan usia. Sekitar 1 dari 4 perempuan dan 1
dari 5 laki-laki terinfeksi oleh virus herpes genitalis. Kerentanan terhadap
infeksi herpes bervariasi. HSV lebih sering dijumpai pada perempuan
daripada laki-laki, mungkin karena luas
permukaan mukosa saluran genetalia perempuan yang lebih besar dan terjadinya
kerusakan mikro di mukosa selam hubungan kelamin.
Dibandingkan dengan populasi
umum, orang yang terinfeksi oleh HIV lebih rentan terhadap infeksi HSV dan lebih menular ke orang lain setelah terjangkit virus ini. Orang yang
seropositif HSV-1 sedikit banyak
tampaknya terproteksi dari infeksi HSV-2. Karena infeksi HSV tidak mengancan
nyawa dan sering ringan atau asimtomatik, maka banyak orang yang tidak
menyadari besarnya penyakit ini.
g. Komplikasi
·
Infeksi bakteri sekunder
·
Eritema multiforme portherpetika
h. Tes Diagnostik
ü
Pada
sebagian besar kasus, herpes genetalis
dapat didiagnosis secara klinis saat
infeksi akut atau rekuren. Sebelum ditemukannya uji amplifikasi DNA,
biakan virus terhadap vesikel atau
pustule merupakan baku emas untuk
diagnosis. Biakan yang diambil dari lesi yang sudah berkrusta dan infeksi
rekuren kurang sensitive, dan sering
menyebabkan hasil uji negatif. Tersedia
uji deteksi antigen dengan EIA atau uji
fluoresensi langsung yang cepat
dan murah. Herpes genetalis dilaporkan menyebabkan kelainan pada asupan
papanicolaou ( pap smear ), walaupun tidak bersifat diagnostic. Karena
tingginya frekuensi infeksi yang asimtomatik dan non tipikal maka dianjurkan pemeriksaan penyaring
terhadap kelompok beresiko tinggi.
ü
Pada
percobaan Tzanck dengan perwarnaan
Giemsa dari bahan vesikel dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan
inklusi intranuklear.
i. Penatalaksanaan medis
Karena infeksi HSV tidak
dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk mengendalikan gejala dan
menurunkan pengeluaran virus. Obat antivirus analog nukleosida merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obatan
ini bekerja dengan menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA
polymerase HSV yang pada gilirannya
menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus. Tiga obat antivirus yang
dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak asiklovir, famsiklovir, dan
valasiklovir. Obat antivirus harus dimulai sejak awal tanda kekambuhan untuk
mengurangi dan mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda sampai lesi kulit
muncul, maka gejala hanya memendek 1 hari. Pasien yang mengalami kekambuhan 6
kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi supresif setiap hari yang
dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%.
Terapi topical dengan krim atau salep antivirus tidak
terbukti efektif. Terapi supresif atau profilaksis dianjurkan untuk
mengurangi resiko infeksi perinatal dan
keharusan melakukan seksio sesarea pada wanita yang positif HSV. Vaksin untuk
mencegah infeksi HSV-2 sekarang sedang diteliti.
j. Konsep Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a) Biodata.
Ø
Dapat
terjadi pada semua orang di semua umur
Ø
sering
terjadi pada remaja dan dewasa muda
Ø
Jenis kelamin
Ø
dapat
terjadi pada pria dan wanita
Ø
Pekerjaan
Ø
beresiko
tinggi pada penjaja seks komersial.
b) Keluhan utama
Gejala yang sering
menyebabkan penderita datang ketempat palayanan kesehatan adalah nyeri pada
lesi yang timbul.
c) Riwayat penyakit sekarang
Kembangkan pola PQRST pada
setiap keluhan klien. pada beberapa kasus, timbul lesi/vesikel perkelompok pada
penderita yang mengalami demam atau penyakit yang disertai peningkatan suhu
tubuh atau pada penderita yang mengalami trauma fisik maupun psikis. Penderita
merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami peradangan
berat dan vesikulasi yang hebat.
d) Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh
klien yang pernah mengalami penyakit herpes simplek atau memiliki riwayat
penyakit seperti ini.
e) Riwayat penyakit kelarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang
terinfeksi virus ini.
f) Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit,
terutama yang lesinya berada pada bagian muka atau yang dapat dilihat oleh
orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri.hal itu meliputi perubahan citra
tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran, atau identitas
diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah:
ü
Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu
bagian tubuh.
ü
Menarik
diri dari kontak social.
ü
Kemampuan
untuk mengurus diri berkurang.
g) Kebiasaan sehari-hari.
Dengan adanya nyeri,
kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami gangguan, terutama untuk
istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi gangguan BAB dan BAK pada herpes
simpleks genitalis. Penyakit ini sering diderita oleh klien yang mempunyai
kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi secara bersama-sama atau klien yang
mempunyai kebiasaan melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan.
h) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien
bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh klien. pada
kondisi awal/saat proses peradangan , dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau
demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian kulit,
ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri ,edema di sekitar lesi,
dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
Perhatikan mukosa mulut,
hidung, dan penglihatan klien. pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang
perlu diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah
anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayor
dan minor, klitoris, introitus vagina, dan serviks.
jika timbul lesi, catat
jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe
regional, periksa adanya pembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi
pembesaran kelenjar limfe regional. Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat
mengkaji respon individu terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui
respon perilaku. Secara fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut
jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah; pada perilaku,
dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah. Lakukan pengukuran nyeri
dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih
skala yang sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah
untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.
2. Diagnosa keperawatan
Ø
Nyeri
akut b.d inflamasi jaringan
Ø
Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan,
sekunder akibat penyakit herpes simpleks
Ø
Risiko
penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak langsung, tidak langsung
, kontak droplet)
3. Intervensi keperawatan
1.Nyeri akut b.d inflamasi jaringan, Hasil yang diharapkan:
ü
Klien mengungkapkan nyeri hilang / berkurang
ü Menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan metode untuk
mengontrol nyeri secara benar.
ü Klien menyampaikan bahwa orang lain
memvalidasi adanya nyeri.
rencana keperawatan:
Ø
Kaji
kembali factor yang menurunkan toleransi nyeri.
Ø
Kurangi
atau hilangkan factor yang meningkatkan pengalaman nyeri.
Ø
Sampaikan
pada klien penerimaan perawat tentang responsnya terhadap nyeri ; akui adanya
nyeri , dengarkan dan perhatikan klien saat mengungkapkan nyerinya bertujuan
untuk lebih memahaminya.
Ø
Kaji
adanya kesalahan konsep pada keluarga tentang nyeri atau tindakannya.
Ø
Beri
informasi atau penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab rasa nyeri.
Ø
Diskusikan
dengan klien tentang penggunaan terapi distraksi, relaksasi, imajinasi , dan
ajarkan tehnik / metode yang dipilih.
Ø
Jaga
kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien
Ø
Kolaborasikan
dengan tim medis untuk pemberian analgesik
Ø
Pantau TTV
Ø
Kaji
kembali respons klien terhadap tindakan penurunan rasa nyeri.
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit
herpes simpleks
Hasil yang
diharapkan:
ü
Klien
mengatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilannya.
ü
Menunjukkan
keinginan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
ü
Melakukan
pola-pola penanggulangan yang baru.
Rencana keperawatan:
Ø
Ciptakan
hubungan saling percaya antara klien-perawat.
Ø
Dorong
klien untuk menyatakan perasaannya , terutama tentang cara ia merasakan ,
berpikir, atau memandang dirinya.
Ø
Jernihkan
kesalahan konsepsi individu tentang dirinya, penatalaksanaan, atau perawatan
dirinya.
Ø
Hindari mengkritik.
Ø
Jaga
privasi dan lingkungan individu.
Ø
Berikan
informasi yang dapat dipercaya dan penjelas informasi yang telah diberikan.
Ø
Tingkatkan interaksi social.
ü Dorong klien untuk melakukan aktivitas.
ü Hindari sikap terlalu melindungi , tetapi
terbatas pada permintaan individu.
Ø
Dorong
klien dan keluarga untuk menerima keadaan.
Ø
Beri
kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan orang lain.
Ø
Lakukan
diskusi tentang pentingnya mengkomunikasikan penilaian klien dan pentingnya
system daya dukungan bagi mereka.
Ø
Dorong
klien untuk berbagi rasa, masalah, kekuatiran, dan persepsinya.
3. Risiko penularan infeksi
b.d pemajanan melalui kontak (kontak langsung, tidak langsung , kontak droplet)
Hasil yang
diharapkan:
ü
Klien
menyebutkan perlunya isolasi sampai ia tidak lagi menularkan infeksi.
ü
Klien
dapat menjelaskan cara penularan penyakit.
Rencana keperawatan:
Ø
Jelaskan
tentang penyakit herpes simpleks, penyebab, cara penularan, dan akibat yang
ditimbulkan.
Ø
Anjurkan
klien untuk menghentikan kagiatan hubungan seksual selama sakit dan jika perlu
menggunakan kondom.
Ø
Beri
penjelasan tentang pentingnya melakukan kegiatan seksual dengan satu orang (
satu sama lain setia ) dan pasangan yang tidak terinfeksi ( hubungan seks yang
sehat ).
Ø
Lakukan tindakan pencegahan sesuai:
ü
Cuci
tangan sebelum dan setelah ke semua klien atau kontak dengan specimen.
ü
Gunakan
sarung tangan setiap kali melakukan kontak langsung dengan klien
ü
Anjurkan
klien dan keluarga untuk memisahkan alat-alat mandi klien , dan tidak
menggunakannya bersama.
ü
Kurangi
transfer pathogen dengan cara mengisolasi klien selama sakit ( Karena penyakit
ini disebabkan oleh virus yang dapat menular melalui udara ).
2. HERPES ZOSTER (SHINGLES)
a. Definisi
v
Herpes Zoster adalah penyakit yang diserang oleh
infeksi Virus Varicella-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivitas virus yang
terjadi setelah infeksi primer.(Adhi Djuanda, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
2000 : 107)
v
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan
setempat, terutama terjadi pada orang tua, ditandai adanya nyeri radikuler
unilateral serta adanya erupsi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang
diinervasi oleh serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensoris
dari nervus cranialis. (Marwali Harahap, Ilmu Penyakit Kulit, 2000: 92)
v
Herpes
zoster (dampa, cacar ular) adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus
varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. (Kapita Selekta
Kedokteran ed.III,2000 :128)
v
Kesimpulan: herpes zoster adalah penyakit kulit
dan mukosa yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster ,ditandai adanya
nyeri radikuler unilateral serta adanya erupsi vesikuler yang terbatas pada
dermatom yang diinervasi oleh serabut saraf spinal maupun ganglion serabut
saraf sensoris dari nervus cranialis.
b. Etiologi
v
Reaktivasi virus varisela zoster
c. Patofisiologi
Penyebab herpes zoster adalah virus varisela zoster. Virus
ini masuk ke dalam ubuh melalui lesi pada kulit , mukosa saluran napas atas,
dan orofaring. Vius ini berkembang biak serta menyebar ke berbagai organ ,
terutama ke kulit dan lapisan mukosa, selanjutnya masuk ke ujung saraf
sensoris, dan menuju ganglion saraf tepi dan kornu posterior. Saat virus masuk
pertama kali ke tubuh disebut infeksi primer, yang kemudian menimbulkan
vesikel.
Setelah infeksi primer
tersebut selesai, virus tidak hilang tuntas dari tubuh melainkan menetap pada
bagian ganglion serta bersembunyi di sana beberapa tahun.Pertahanan dan
kekebalan tubuh yang menurun dapat menjadi factor utama penyebab virus ini
aktif kembali.
Saraf yang sering terkena
adalah daerah torakalis , kemudian daerah-daerah cranial, lumbal,servikal, dan
sacral. Masa inkubasinya 2-3 hari setelah kontak dengan varisela. Bila tidak
diketahui adanya kontak, kasus tersebut merupakan kasus laten.
Factor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya
herpes zoster adalah:
Ø
Penurunan imunitas tubuh
Ø
Pemakaian kortikosteroid.
Ø
Radio terapi
Ø
Obat-obat immunosupresif
Ø
Stress emosi
d. Manifestasi Klinis
Keluhan utama penyakit ini
adalah rasa sakit, nyeri, dan pegal (neuritis) serta adanya vesikel yang
berkelompok sepanjang satu dermatom. Perjalanan dan gejala penyakit ini mulai
dari ringan, sampai dengan berat.
Adapun stadium dari penyakit
herpes zoster:
1.
Stadium prodormal (gejala awal)
Dapat berifat sistemik dan local.Gejala local
berupa rasa gatal/nyeri pada dermatom ynang terserang disertai dengan rasa
panas /terbakar.Gejala sistemik berupa demam, malaise, dan nyeri kepala.
2.
Stadium erupsi
Mula-mula timbul papula atau plakat berbentuk
urtika. Setelah 1-2 hari, akan timbul gerombolan vesikel / bintil-bintil berair
yang tersusun berkelompok diatas kulit
yang eritematosa , sedangkan kondisi kulit di antara gerombolan lain tidak
sama. Lokalisasi lesi sesuai dengan dermatom yang dipersarafi oleh satu atau
lebih saraf yeng terkena. Semua saraf dapat terkena , yang tersering adalah
saraf torakal, lumbal/ cranial. Stadium ini biasanya berlangsung selama 2
minggu dengan gejala utama berupa rasa nyeri. Rasa nyeri yang dirasa bersifat
konstan atau intermiten , diikuti dengan rasa terbakar pada bagian visceral.
3.
Stadium krustasi:
Vesikula menjadi purulen , mengalami krustasi ,
dan lepas dalam waktu 1-2 minggu. Sering terjadi neuralgia pasca herpetika,
terutama pada orang tua, yang dapat berlangsung beberapa bulan sampai beberapa
tahun. Selain itu, ada pula gejala parestesia yang bersifat sementara.
e. Insiden
Insiden penyakit herpes
zoster ini tersebar merata di seluruh dunia dan tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara laki-laki dan perempuan. Angka kesakitan meningkat seiring
peningkatan usia. Diperkirakan kurang lebih terdapat 1,3 ± 5 penderita per 1000
orang / tahun. Lebih dari 2/3 penderita berusia >50 tahun dan kurang dari
10% di bawah 20 tahun.
f. Komplikasi
1)
Infeksi sekunder
2) Neuralgia
pasca herpetika adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah berkas penyembuhan
lebih dari sebulan setelah penyakit sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan beberapa tahun
dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehdupan sehari-hari. Kecenderungan
ini dijumpai pada orang yang terkena herpes zoster di atas usia 40 tahun.
3) keratitis akut, skleritis, uveitis,
glaucoma sekunder, ptosis, korioretinitis, neuritis optika dan paresis
otot penggerak bola mata.
4) berupa komplikasi dari herpes zoster
oftalmikus.
5) Herpes zoster generalisata, bentuk klinis
yang berat dengan gejala umum yang berat dan lesi timbul tersebar merata ke
seluruh tubuh.
6)
Alopesia arkata
7) Sindrom Ramsay Hunt. Gangguan pada saraf
fasialis dan sarah optikus menimbulka gejala lumpuh pada otot wajah (paralisis
Bell), telinga berdenging, sakit kepala seperti berputar, gangguan pendengaran
dan mual.
8) Gangren superfisialis, menunjukan Herpes
zoster yang berat, mengakibatkan hambatan penyembuhan dan pembentukan jaringan
parut.
g. Tes Diagnostik
1)
Sitologi (64% tzanck smear positif); adanya sel
raksasa yang multilokuler dan sel-sel okantolitik.
2)
Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody :
digunakan untuk membedakan diagnosis herpes virus
3)
Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella
di sel kulit
4)
Pemeriksaan histopatologik
5)
Pemerikasaan mikroskop electron
6)
Kultur virus
7)
Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
8)
Deteksi antibody terhadap infeksi virus
h. Penatalaksanaan medis
Ø
Terapi sistemik
Terapi pada kasus herpes zoster bergantung pada tingkat keparahannya.
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik , untuk nyerinya diberikan
analgesic. Jika disertai infeksi sekunder , diberikan antibiotic asiklovir .
Herpes zoster sangat cocok dengan obat asiklovir yang diminum. Dengan cepat ,
obat akan menghentikan munculnya lepuhan kecil , memperkecil ukurannya,
mengurangi rasa gatal , dan membunuh virus yang ada pada cairan lepuhan. Sebaliknya
diberikan dalam 24-27 jam setelah terbentuknya lepuhan. Makin cepat diberikan,
makin cepat khasiatnya. Obat itu harus diberikan dalam pengawasan dokter. Obat oles bisa menolong
kalau rasa nyeri yang timbul ringan atau
jika keluar cairan.
Ø
Terapi topikal
ü
Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2%
atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah
ü
Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres
terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x
sehari selama 20 menit
ü
Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat
diberikan salep antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi
sekunder selama 3 x sehari.
i. Konsep Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a.
Biodata. Cantumkan semua identitas klien : umur
( penyakit ini sering terjadi pada anak usia atau kelompok dewasa ), jenis
kelamin ( tidak ada perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan
perempuan).
b.
Keluhan utama. Alasan yang sering membawa klien
penderita herpes datang berobat ke rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan
lain adalah nyeri pada daerah terdapatnya vesikel berkelompok.
c.
Riwayat penyakit sekarang. Biasanya, klien
mengeluh sudah beberapa hari demam dan timbul rasa gatal/nyeri pada dermatom
yang terserang, klien juga mengeluh nyeri kepala dan terasa lelah. Pada daerah
yang terserang , mula-mula timbul papula atau plakat berbentuk urtika, setelah
1-2 hari timbul gerombolan vesikula.
d.
Riwayat penyakit keluarga. Biasanya, keluarga
atau teman dekat ada yang menderita herpes zoster, atau klien pernah kontak
dengan penderita varisela atau herpes zoster.
e.
Riwayat psikososial. Perlu dikaji bagaimana
konsep diri klien terutama tentang gambaran / citra diri dan harga diri. Sering
kali kita jumpai gangguan konsep diri pada klien. hal ini karena herpes zoster
merupakan penyakit yang merusak kulit dan mukosa , terutama pada kasus herpes
zoster berat. Di samping itu, perlu dikaji tingkat kecemasan klien dan
informasi/pengetahuan yang dimiliki tentang penyakit ini.
f.
Kebutuhan sehari-hari. Dengan adanya rasa nyeri,
klien akan mengalami gangguan tidur/istirahat
dan juga aktivitas. Perlu dikaji juga tentang kebersihan diri klien dan
cara perawatan diri, apakah alat-alat mandi/pakaian bercampur dengan orang
lain. Seharusnya , alat mandi / handuk dan pakaian tidak bercampur dengan orang
lain.
g.
Pemeriksaan fisik. Pada klien dengan herpes
zoster jarang ditemukan gangguan kesadaran. Kecuali jika terjadi komplikasi
infeksi lain. Tingkatan nyeri yang dirasakan oleh klien bersifat individual
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan tingkat nyeri dengan menggunakan skala
nyeri. Apabila nyeri terasa hebat, tanda-tanda vital cenderung akan meningkat.
Pada inspeksi kulit ditemukan adanya veiskel berkelompok sesuai dengan alur
dermatom (ini tanda yang khas pada herpes zoster karena virus ini berdiam di
ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis). Vesikel ini
berisi cairan jernih yang kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat
menjadi pustula dan krusta. Kadang ditemukan vesikel berisi nanah dan darah yang
disebut herpes zoster hemoragik. Apabila yang terserang adalah ganglion
kranialis, dapat ditemukan adanya kelainan motorik. Hiperestesi pada daerah
yang terkena member gejala yang khas , misalnya kelainan pada wajah karena
gangguan pada nervus trigeminus, nervus fasialis, dan oligus.
2. Diagnosa keperawatan
a.
Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan respons
peradangan
b.
Perubahan kenyamanan b.d erupsi dermal dan
pruritus.
c.
Cemas s.d adanya lesi pada wajah
d.
Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d
infeksi virus
3. Intervensi keperawatan
a) Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan
respons peradangan
Hasil yang
diharapkan:
ü
Lesi mulai pulih, integritas jaringan kembali,
dan area bebas dari infeksi lanjut.
ü
Kulit kulit bersih dan area sekitar bebas dari
edema.
Rencana tindakan:
Ø
Kaji kembali tentang lesi, bentuk, ukuran ,
jenis, dan distribusi lesi
Ø
Anjurkan klien untuk banyak istirahat.
Ø
Pertahankan integritas jaringan kulit dengan
jalan mempertahankan kebersihan dan kekeringan kulit.
Ø
Laksanakan perawatan kulit setiap hari. Untuk
mencegah pecahnya vesikel sehingga tidak terjadi infeksi sekunder , diberikan
bedak salisil 2%. Bila erosif dapat diberikan kompres terbuka.
Ø
Pertahankan kebersihan dan kenyamanan tempat
tidur.
Ø
Jika terjadi ulserasi, kolaborasikan dengan tim
medis untuk pemberian salep antibiotic.
b) Perubahan kenyamanan b.d
erupsi dermal, nyeri, dan pruritus.
Hasil yang diharapkan :
ü
Kllien mengatakan nyeri dan ketidaknyamanan
berkurang dalam batas yang dapat ditoleransi.
ü
Menampakkan ketenangan, ekspresi muka rileks.
ü
Kebutuhan istirahat tidur / istirahat
Rencana tindakan :
Ø
Kaji lebih lanjut intensitas nyeri dengan
menggunakan skala/peringkat nyeri.
Ø
Jelaskan penyebab nyeri dan pruritus.
Ø
Bantu dan ajarkan penanganan terhadap nyeri, penggunaan
tekhnik imajinasi, tekhnik relaksasi dan lainnya.
Ø
Tingkatan aktivitas distraksi.
Ø
Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan
sekitar klien.
Ø
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian
terapi:
·
Analgesik untuk pereda/penawar rasa sakit
·
Larutan kalamin untuk mengurangi rasa gatal.
·
Steroid untuk mengurangi serangan neuralgia.
c) Cemas s.d adanya lesi pada
wajah
Hasil yang diharapkan:
ü
Pasien merasa yakin penyakitnya akan sembuh
sempurna
ü
Lesi tidak ada infeksi sekunder
Rencana
keperawatan:
Ø
Kaji tingkat kecemasan klien
Ø
Jalaskan tentang penyakitnya dan prosedur
perawatan
Ø
Tingkatkan hubungan teraupeutik
Ø
Libatkan keluarga untuk member dukungan
d) Potensial terjadi penyebaran
penyakit s.d infeksi virus
Hasil yang
diharapkan:
ü
Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran
penyakit
Rencana
keperawatan:
Ø
Isolasikan klien
Ø
Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya
Ø
Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung
Ø
Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Herpes merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh virus. Terdiri
dari herpes simpleks yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan II ,
dan herpes zoster yang disebabkan oleh virus varisela zoster. HSV disebarkan
melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau setiap kerusakan di
kulit.
Herpes simpleks adalah penyakit pada kulit dan mukosa yang disebabkan
oleh virus herpes simpleks tipe I dan II.
Virus herpes simpleks tidak dapat hidup di luar lingkungan yang lembab
dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung kecil kemungkinannya
terjadi. HSV memiliki kemmpuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi
langsung dengan membrane sel. pada infeksi aktif primer, virus menginvasi sel
pejamu dan cepat berkembang dengan biak,
menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-sel
disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar melalui saluran limfe
ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan
limfadenopati.
Penyebab herpes zoster adalah
virus varisela zoster. Virus ini masuk ke dalam ubuh melalui lesi pada kulit ,
mukosa saluran napas atas, dan orofaring. Vius ini berkembang biak serta
menyebar ke berbagai organ , terutama ke kulit dan lapisan mukosa, selanjutnya
masuk ke ujung saraf sensoris, dan menuju ganglion saraf tepi dan kornu
posterior. Saat virus masuk pertama kali ke tubuh disebut infeksi primer, yang
kemudian menimbulkan vesikel.
B. Saran
Baik herpes zoster dan herpes simpleks, sama-sama merupakan kelainan
kulit yang banyak membawa dampak tidak baik pada fisik dan psikologis pasien ,
oleh karena itu, sebagai perawat harus
bisa memberikan askep yang tepat sehingga dampak yang timbul bisa diatasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arnold, H,L.; Odom, R.B. and James, W.D. Andrew’s Dissease of skin.
Clinical Dermatology; 8th ed., pp. 437-433 (W.B. Saunders Company,
Philadelphia 1990).
Daili,S.F.: Diagnosis dan penetalaksanaan herpes
genitalis;dalam;Kumpulan makalah ilmiah symposium AIDS dan heroes (Lab./UPF
Ilmu penyakit kulit dan kelamin FK UNSRI/RSU,Palembang, tgl21/9-1998).
Djuanda, Adhi. 2000. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Cet. 2, ed. 3. Jakarta : FKUI.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu
penyakit Kulit, Cet. 1. Jakarta : Hipokrates.
Rahariyani, Loetfia Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Integumen. Jakarta:
EGC.
Langganan:
Postingan (Atom)